Kisah Penjual Kerupuk
Kisah seorang penjual kerupuk yang memberi pelajaran mengenai berbisnis sebagai ibadah yang dipersembahkan kepada Allah Yang Maha Pemurah.
Oleh: Prof. Dr. M. Suyanto, M.M
(Ketua STMIK Amikom Yogyakarta, direktur & komisaris berbagai perusahaan dan penulis buku-buku motivasi dan kewirausahaan)
Klinting … klinting … Bel di rumah saya berbunyi. Ada tamu rupanya. Saya bergegas membuka pintu depan. Seorang pria melempar senyum. “Apakah kerupuknya masih, Pak?”
Rupanya penjual kerupuk langganan kami. Saya melihat dua plastik besar berisi kerupuk ada di sadel sepeda onthelnya.
“Sebentar ya, Pak,” jawab saya seraya menuju ke ruang belakang untuk mengecek isi kaleng kerupuk. Saya mendapati dalam kaleng biru hanya tersisa empat kerupuk. Saya pindahkan kerupuk-kerupuk itu ke toples plastik dan menyerahkan kaleng biru kosong ke lelaki itu.
Saya menungguinya mengisi kaleng biru. Lima buah kerupuk dimasukkannya ke dasar kaleng. Lima kerupuk lagi di atasnya. Demikian seterusnya sampai kaleng itu hampir penuh. Sebelum menutup kaleng, pria itu menambahkan dua kerupuk sebagai bonus. Saya tersenyum. “Luar biasa!”
Pelajaran pertama saya petik dari penjual kerupuk itu: berusaha memberi lebih. Meskipun keuntungannya sedikit, ditemani sepeda onthel bertahun-tahun, ia adalah penjual yang murah hati, berlapang dada, dan pintu hatinya terbuka. Dengan membuka pintu hatinya, berkomunikasi dengan pelanggan menjadi lebih mudah. Perasaan hangatnya menciptakan keterbukaan yang menghapus rasa takut, rasa ragu, dan tidak aman.
Rahasia memberi, dari memberi senyum, harta, meskipun hanya dua kerupuk, akan membawanya menjadi pedagang yang tetap bahagia. Ia memilih mendapatkan rahmat Allah daripada keuntungan semata. Rahmat Allah yang diturunkan di bumi hanya 1% sangatlah kecil dibandingkan dengan yang diturunkan di akhirat kelak, yakni yang 99%. Meskipun kecil, namun telah menyebar ke seluruh dunia berwujud kasih sayang, kepada sesama maupun kepada makhluk lain.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang lapang hati apabila ia menjual dan berlapang hati, apabila ia membeli dan lapang hati tatkala ia menagih.” (HR. Bukhari, Ibnu Majah). Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan kalimat yang sedikit berbedam “Semoga Allah mengampuni seorang laki-laki di antara kalian, ia bersikap lembut apabila menjual dan lembut apabila ia membeli, lembut apabila menuntut.”
Dari seorang penjual kerupuk, kita dapat memetik pelajaran berharga untuk diterapkan dalam kehidupan kita menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Setelah mengisi ulang kaleng dengan kerupuk plus bonus, ia menyerahkan kaleng biru kepada saya sambil melempar senyum. “Ini, Pak, kerupuknya.”
“Berapa, Pak?” tanya saya.
“Delapan ribu rupiah, Pak,” sahutnya.
Saya membalas kebaikannya dengan memberinya Rp. 10.000.
“Ini uang kembalinya, Pak,” kata penjual kerupuk.
“Sudah, untuk Bapak saja,” kata saya.
“Terima kasih, Pak,” katanya. Ia berpamitan.
Rahasia sukses sejati adalah memberi. Itulah yang dilakukan penjual kerupuk. Itu cara penjual kerupuk memperlakukan kenikmatan yang diterimanya, walaupun hanya kecil.
Pelajaran kedua yang dapat saya petik: rasa syukur. Hanya menerima kelebihan Rp 2.000, tetapi penjual kerupuk itu mengungkapkan rasa senang dan syukurnya. Bandingkan dengan kita yang sering merasa kurang, tidak bersyukur atas anugerah Rp 20.000 atau Rp 200.000 atau Rp 2.000.000 atau bahkan Rp 2.000.000.000 yang kita dapatkan. Padahal kenikmatan yang telah kita peroleh cukup berlimpah. Mulai dari kenikmatan harta, kesehatan, anak, kesempatan, ilmu, dan beragama dengan nikmat. Tetapi kita sering lupa mensyukuri kenikmatan dari Sang Maha Pemberi.
Dari Anas Radhiallahu ‘anhu , ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta, niscaya ia akan mencari lembah yang ketiga, dan tidaklah ada yang memenuhi perut anak Adam, selain tanah dan Allah Maha member taubat kepada orang yang bertaubat.” (Muttafaq alaih).
Rasa syukur merupakan kesadaran bahwa nikmat sesungguhnya berasal dari Tuhan Yang Maha Pemberi Kenikmatan, yang dapat menimbulkan kegembiraan dari nikmat tersebut serta mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan. Rasa syukur kepada Tuhan akan menyentuh hati kita yang paling dalam dan memancarkan cahaya kebaikan yang menghiasi makhluk di lingkungannya. Rasa syukur diucapkan sebagai ungkapan terima kasih dan pujian kepada Tuhan. Rasa syukur juga membuat seluruh anggota badan kita dapat menggunakannya dengan baik, dalam rangka menambah ketaatan kita kepada Tuhan dan berusaha menjaganya agar tidak digunakan untuk berbuat kemaksiatan. Bukanlah ungkapan syukur apabila kenikmatan yang diperoleh seseorang belum digunakan sesuai dengan ridho Tuhan atau belum bermanfaat bagi hamba-Nya yang membutuhkan.
Allah dalam Al-Quran Surat Ibrahim ayat 7 berfirman, yang artinya, “Dan tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Pelajaran ketiga yang saya peroleh dari penjual kerupuk sungguh luar biasa, menurut salah satu tokoh yang paling berpengaruh di dunia, versi Michael Hart. Seminggu kemudian, penjual kerupuk itu datang lagi ke rumah saya. Seperti biasa, ia mengulang aktivitas yang dilakukannya. Ketika itu, saya sudah berangkat ke kantor. Penjual kerupuk itu disambut istri saya.
“Ini Bu, kerupuknya,” katanya sambil menebar senyum.
“Ini Pak, uangnya,” kata istri saya sambil memberikan uang Rp. 20.000.
Penjual kerupuk itu merogoh sakunya untuk menyerahkan uang kembalian.
“Ini kembaliannya, Bu,” katanya.
“Sudah, untuk Bapak saja,” kata istri saya.
“Tidak, Bu. Ini terlalu banyak,” jawabnya. Ia bersikeras menyerahkan uang kembalian.
“Kalau Bapak tidak mau, untuk minggu depan,” kata Istri saya.
Jawaban penjual kerupuk itu sangat mengejutkan, dan tidak terpikirkan oleh istri saya. “Tidak, Bu. Saya nanti berutang. Saya tidak bisa menjamin apakah usia saya sampai minggu depan.”
Istri saya termangu mendengar jawabannya itu, dan menceritakan kisah itu kepada saya seusai makan malam.
Sang penjual kerupuk telah memberi pencerahan kepada kita, yang sering lupa dengan kematian. Beberapa di antara kita menghalalkan segala cara dalam berbisnis, tanpa menyadari kematian kita. Kisah penjual kerupuk itu mengingatkan kita untuk berbuat terbaik dalam berbisnis, sebagai ibadah yang dipersembahkan kepada Allah Yang Maha Pemurah. (PM)
KonsultasiSyariah.com
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
- SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
- DONASI hubungi: 087 882 888 727
- REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK